Keris Mataram Luk 13 Sengkelat Wos Wutah Wengkon HB IV
Dhapur (Bentuk Bilah): Sengkelat
Pamor: Wos Wutah Wengkon
Tangguh (Masa Pembuatan): HB IV
Jejeran (Pegangan Keris): Kayu Tayuman
Warangka (Sarung Keris): Gayaman, Kayu Timoho
Mendhak (Cincin Jejeran): Perak
Pendhok (Bungkus Warangka): Slorok, Perak, Silih Asih
Yoni (Esoteri/Fungsi): Kewibawaan, Kejayaan, Rejeki, Tolak Bala, Derajat/Pangkat
Pamor: Wos Wutah Wengkon
Tangguh (Masa Pembuatan): HB IV
Jejeran (Pegangan Keris): Kayu Tayuman
Warangka (Sarung Keris): Gayaman, Kayu Timoho
Mendhak (Cincin Jejeran): Perak
Pendhok (Bungkus Warangka): Slorok, Perak, Silih Asih
Yoni (Esoteri/Fungsi): Kewibawaan, Kejayaan, Rejeki, Tolak Bala, Derajat/Pangkat
Keris ini adalah keris warisan
keluarga kami turun temurun yang berasal dari Sri Sultan Hamengkubuwono
ke IV, yang sampai saat ini keris ini masih dipegang oleh salah satu
keluarga kami, sesuai dengan amanah keluarga agar kami bisa menjaga
kelestarian warisan leluhur secara turun temurun.
Nama
asli Sultan HB IV adalah Raden Mas Ibnu Jarot, putra Hamengkubuwana III
yang lahir dari permaisuri tanggal 3 April 1804. Ia naik takhta
menggantikan ayahnya pada usia sepuluh tahun, yaitu tahun 1814. Karena
usianya masih sangat muda, Paku Alam I ditunjuk sebagai wali
pemerintahannya.
Pada pemerintahan Hamengkubuwono IV, kekuasaan Patih Danurejo IV semakin merajalela. Ia menempatkan saudara-saudaranya menduduki jabatan-jabatan penting di keraton. Keluarga Danurejan ini terkenal tunduk pada Belanda. Mereka juga mendukung pelaksanaan sistem Sewa Tanah untuk swasta, yang hasilnya justru merugikan rakyat kecil.
Pada tanggal 20 Januari 1820 Paku Alam I meletakkan jabatan sebagai wali raja. Pemerintahan mandiri Hamengkubuwono IV itu hanya berjalan dua tahun karena ia tiba-tiba meninggal dunia pada tanggal 6 Desember 1822 saat sedang bertamasya. Oleh karena itu, Hamengkubuwono IV pun mendapat gelar anumerta Sultan Seda ing Pesiyar.
Kematian Hamengkubuwono IV yang serba mendadak ini menimbulkan desas-desus bahwa ia tewas diracun ketika sedang bertamasya. Putra mahkota yang belum genap berusia tiga tahun diangkat sebagai Hamengkubuwono V.
Pada pemerintahan Hamengkubuwono IV, kekuasaan Patih Danurejo IV semakin merajalela. Ia menempatkan saudara-saudaranya menduduki jabatan-jabatan penting di keraton. Keluarga Danurejan ini terkenal tunduk pada Belanda. Mereka juga mendukung pelaksanaan sistem Sewa Tanah untuk swasta, yang hasilnya justru merugikan rakyat kecil.
Pada tanggal 20 Januari 1820 Paku Alam I meletakkan jabatan sebagai wali raja. Pemerintahan mandiri Hamengkubuwono IV itu hanya berjalan dua tahun karena ia tiba-tiba meninggal dunia pada tanggal 6 Desember 1822 saat sedang bertamasya. Oleh karena itu, Hamengkubuwono IV pun mendapat gelar anumerta Sultan Seda ing Pesiyar.
Kematian Hamengkubuwono IV yang serba mendadak ini menimbulkan desas-desus bahwa ia tewas diracun ketika sedang bertamasya. Putra mahkota yang belum genap berusia tiga tahun diangkat sebagai Hamengkubuwono V.
keris yang bagus mas, saya suka melihat nya.Andaisaja saya punya . . .
BalasHapus